Perkenalkan : Ginting Jalu Kusuma


Inbox FB, ada beberapa request dari teman teman SMA untuk menulis lagi. Salah satu permintaannya lumayan geli, "Tolong bikin tulisan tentang Ketua OSIS". Saya sempat grogi meski sebenarnya juga penasaran. Bukan masalah mudah untuk bisa menelanjangi teman sendiri yang kebetulan dulu pernah menjadi Ketua OSIS.

Baiklah, ada yang tau persamaan Gubernur DKI sekarang dengan Ketua OSIS SMAZA'97? Yoi, keduanya dijabat oleh mereka yang bukan putra daerah. Ahok dari Bangka Belitung sukses memegang pucuk pimpinan strategis di tanah seberang, begitu juga Ginting. Mungkin dialah manusia pertama dan satu satunya Ketua OSIS di SMA 1 Ponorogo yang berasal dari kota Madiun. Ini menjadi ironi meski dulu banyak yang tidak sadar akan hal itu. Tulisan ini bukan bermaksud ngompori atau membuka luka lama. Sumpah demi Allah, saya bukan Jonru atau anggota FPI. Sampai sekarang saya simpan rahasia ini atas perintah yang bersangkutan, Ginting Jalu Kusuma.

Siang itu Ginting pengen ikut saya ngopi di Mbah Doel. Katanya hanya ingin berdiskusi teknik beternak jangkrik. Kampret, dia fikir aku ini siapa? Dia sengaja meledek gara gara saya pernah gagal beternak lele. Dua ribu benih lele saya tebar, panen cuma dapat dua puluh ekor. Musnah dibantai teman teman termasuk dia. Ngunu iku jenenge lak bedebah?! Dua puluh ekorpun yang tiga dimakan kucing dan sisanya diminta tetangga. Paripurna sudah lele saya. Atas nama persahabatan, saya ijinkan dia ikut ngopi. Saya batasi lima belas menit, tidak kurang tidak lebih. Sori coy, ini bukan bis kota - jauh dekat sama saja. Time is money Bro! Usut punya usut ternyata dia hanya minta tips agar bisa memenangi pertarungan pemilihan Ketua OSIS. Masya Allah, sudah saya katakan berkali kali saat upacara bendera bahwa saya tidak akan mengeluarkan fatwa apapun menjelang Pemilu. Ini penting untuk menjaga netralitas, stabilitas dan kerukunan antar konstituen. Tak kalah penting adalah agar tidak terjadi kerusuhan dan inflasi pasca Pemilu yang ditakutkan akan berdampak pada kenaikan harga pia pia pecel Bu Geng. Ya sudahlah, bagaimanapun dia karib saya, tetangga dekat Mbah Putri. Rumahnya hanya berjarak seperempat hisapan rokok. Bapaknya kenal dekat dengan keluarga besar Ibuku. Tak ada alasan bagi saya untuk menolak permintaannya.

Pada kesempatan yang berbahagia itu Ginting saya palak habis habisan di warung Mbah Doel. Bayar semua kopi, rokok dan makanan. Itupun belum termasuk biaya konsultasi yang sampai sekarang masih terhutang kepada saya. Dia sebenarnya sadar dengan siapa dia berhadapan. Dia tau betul konsekuensinya, "Tidak ada makan siang yang gratis". Satu setengah jam dia merengek rengek, menawarkan program, dan menjanjikan posisi di kabinetnya. Maaf, waktu itu saya tidak bergeming kalau cuma dijanjikan menjadi menteri urusan wanita. Mungkin kalo sekarang dia tawarkan untuk "mengurusi" wanita itu beda cerita.

+ "Gini ajalah, kamu maunya menang kan?"
- "Ya jelas to. Siapa yang mau kalah kalau sudah di atas ring kayak gini?"
+ "Eits... jangan salah, mencapai tujuan itu tidak harus menang. Tidak harus selalu di puncak. Kamu harus tau kapan mancal gas, kapan menginjak rem. Kapan lari, kapan berhenti. Kapan naik mercy, kapan jalan kaki. Kapan diatas, kapan di bawah (WOT or Missionary). Penting itu."
- "Cocotmu suwi suwi kok koyo Mario Teguh ya Sil?"
+ "Super sekaleeee......."
- "Lha terus aku kudu piye?"
+ "Yo sak karepmu. Iku urusanmu karo keluargamu".
- "Jancuk kowe ki Sil".
+ "Woles bray..... bisa diatur".
- "Hahaahahahahaha".
+ "Hihihihihihihihihihi".

Sebenarnya diatas kertas Ginting bisa dengan mudah melenggang ke puncak pimpinan OSIS, meski elektabilitasnya hanya menempati urutan ke empat. Dia mempunyai basis massa yang cukup solid: Ganesha Pala. Secara, dia kan menjadi Ketua Partai Ganesha Pala waktu itu. Posisi itu menjadi modal utama, lebih tepatnya modal gratis bagi dia. Anak anak Pala terkenal sangat kompak, militan, tahan lapar dan tak banyak menuntut. (Pesan moral: Bersyukurlah kalian yang mendapat jodoh exs anggota Pala). Mereka terasah untuk berjuang, mendaki, merayap dan bergelantungan dengan atau tanpa tali, dengan atau tanpa dibayar. Silakan dibuktikan! Sudah tak terhitung berapa kali bendera Ganesha Pala berhasil mereka tancapkan di puncak Pringgitan, Pudak, Lawu, Semeru, Merbabu bahkan Sinabung. Lalu apa susahnya bagi mereka menancapkan nama Ginting di pucuk pimpinan OSIS? Tidak susah! Jadi apa masalahnya? Tidak ada. Saya berani taruhan dua ekor kambing, Ginting pasti menang. Justru ada beberapa hal yang saya takutkan kalau dia berhasil mendaki puncak pimpinanan OSIS. Kenapa?

Pertama, menurut teori saya Ginting mengidap Skizofrenia. Gangguan mental yang ditandai dengan ketidakberesan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah. Kalau bahasa programer "coding nya tidak pas". Dia sering berhalusinasi dan menjadi paranoid. Keyakinan dan pikirannya kerap salah serta tidak sesuai dengan dunia nyata. Mau bukti? Wahyu Prasetyo Adi, Singgih Mahameru, Henry Sonang, Andik, atau Ardyan Setyo Nugroho, kalian adalah saksi yang tau persis bagaimana cara berpakaian Ginting diluar sekolah. Di lingkungan rumah dia sangat leluasa wira wiri tanpa baju tanpa celana, hanya memakai celana dalam alias sempak. Dia selalu berhalusinasi sebuah pantai yang indah, sehingga sak penake udele dhewe memakai kostum seperti itu. Dia juga sering takut kegerahan, kalau tidak salah di Suriname itu disebut sumuk. Menurut pengakuannya laku telanjang itu agar tidak biang keringat. Beli bedak terus nanti boros. Jujur, saya sudah habis puluhan aspirin mendengar penjelasan itu. Jan mumet tenan! Kursi panjang dan payung pantai menjadi saksi bisu betapa tiap sore dia selalu berjemur di pinggir Jalan Raya Ponorogo - Madiun, menunggu sunset yang bersembunyi di genteng Puskesmas depan rumahnya. Lalu kenapa hal ini bisa menjadi masalah? Coba kalian bayangkan kalau rombongan OSIS ada lawatan ke sekolah di luar kota dan harus menginap di hotel, berapa banyak satpam yang harus disiapkan untuk menjaga dia?

Kedua, dia takut menjadi Jomblo. Berdasarkan fakta sejarah ternyata ada mitologi yang sulit untuk diterima akal sehat bahwa, "Menjadi Ketua OSIS memang akan mudah dikenal banyak cewek, tapi tidak akan pernah mudah untuk menjadikan mereka sebagai pacar". Kalimat itulah yang selalu menghantui otak tengah Ginting. Disamping mitos dan fakta diatas, menjadi Ketua OSIS lalu punya pacar akan sangat gampang dituduh sebagai penyalahgunaan wewenang. Jadi biarpun hanya berjarak rambut dibelah tujuh dibawah Nicholas Saputra dalam hal ketampanan, kalian akan sulit menghindar dari tuduhan itu. Percayalah! Di sisi lain menurut Ginting, untuk melunasi sebuah eksistensi, dia berprinsip bahwa laki laki sejati harus punya pacar. Disinilah dilemanya, karena kedua hal diatas akan selalu berseberangan. Tapi bukan Ginting namanya kalau tidak "pek menange dhewe". Jabatan iya, pacar iya.

Ketiga, Ginting bercita cita kuliah di ITB. Loh memang ada yang salah? Itukan hak asasi manusia? Benar sekali. Tapi apakah dia siap mengemban tugas dan tanggung jawab Ketua OSIS yang begitu besar sehingga menyita porsi belajar. ITB tidak main main Coy! Tapi tugas Ketua OSIS kan paripurna sampai pertengahan kelas tiga? Siapa yang bisa menjamin Ginting sehat sehat saja sampai kelas tiga? Kegagalan menggelar GMS atau Final Night mungkin akan menjadi pukulan berat dan menimbulkan trauma berkepanjangan bagi dia. Ya kalo dia bisa santai sih nggak apa apa. Tapi kalau dia sampai stress dan masuk rumah sakit jiwa siapa yang bisa dimintai garansi untuk mengembalikan cita citanya?

Keempat, Ginting jarang mandi. Untuk yang satu ini saya malas untuk menjelaskan. Biar dia sendiri yang memberikan klarifikasi. Itupun kalau dia mau dan tidak lupa. Kalian saya kasih waktu untuk berfikir dan menebak nebak apa alasannya. Tapi ingat, "Mandi minimal dua kali sehari". Jangan dibalik!

Seperti yang sudah saya presiksi Ginting menang dalam Pemilu (cukup satu putaran) dan menjadi Ketua OSIS SMAZA'97 secara aklamasi dan sah. Tidak ada yang ribut ribut ke MK, MA, KUA atau MCK. Sampai dengan paripurna jabatan dia persembahkan puluhan prestasi bagi SMA 1 Ponorogo. Dan yang pasti dia tidak stress dan berhasil mematahkan mitos: punya pacar dan diterima di ITB. Semangat anggota Pala dan jiwa petualangnya memang patut ditiru. Anak Madiun, Ketua OSIS di Ponorogo, kuliah di Bandung, ketemu jodoh di Jogja, menikahi anak Cilacap, beasiswa di Jerman, bekerja di Jepang. Piye...? Kurang greget opo jal? Salut, salam "Sewu Kutho" buat dia.

Sebulan kemaren dia WA dengan saya. Ngajak ketemuan di Bandung membicarakan rencana bisnis: ternak jangkrik.

Insya Allah....

0 Comments

Post a Comment