Seorang Pakar Komunikasi Publik, Eduard Depari mengomentari Pola komunikasi SBY yang menurutnya tidak konsisten. (Baca : SBY ). Di dalam komunikasi yang melibatkan komunikator dan komunikan, tentunya menimbulkan respon dari citra yang dibentuk oleh komunikator. Jika komunikator tidak mampu membentuk citra yang baik, tentu saja komunikan juga akan merespon negative.
Ini
yang terjadi pada SBY saat ini. Eduard mencontohkan, tahun lalu SBY
memerintahkan kepada menterinya untuk fokus kepada program-program
pemerintah. Namun, sekarang SBY terjebak pada prahara di partainya. Jika hal ini terjadi berulang-ulang, maka pola komunikasi yang tercipta adalah inkonsisten.
Membaca
tulisan tersebut, saya menjadi berpikir. Dari zamannya Aristoteles,
yang namanya politik itu penuh dengan dinamika ketidakpastian, karena ia
tumbuh dan berkembang secara alamiah sejalan dengan perkembangan
kehidupan yang dialami oleh sekelompok orang/bangsa tersebut.
Jadi
wajar-wajar saja, jika SBY bertindak seperti itu dalam komunikasinya.
Yang menjadi poin penting adalah, SBY mampu tidak menjelaskan
inkonsistensinya itu kepada publik.
Jika
SBY mampu menjelaskan alasannya, dan publik menerima, maka bisa
dikatakan proses komunikasi berjalan dengan baik. Namun, lain halnya
jika publik tidak bisa menerima.
Disinilah
letak peran orang-orang disekitar SBY untuk ikut membangun pola
komunikasi yang akan menentukan bagaimana respon publik terhadap SBY.
Dan di penghujung tahun ini, akan menjadi saat-saat yang menentukan,
apakah di tahun depan SBY akan memenangkan pertarungan dengan pola
komunikasi yang dimilikinya, atau justru akan berakhir dengan bad
ending. Kita tunggu saja.
0 Comments