Menebus Nusantara


Trowulan adalah wilayah kecil di Jawa Timur jika dibandingkan dengan Jakarta yang sebagai pusat Ibukota. Apakah Jakarta itu masyarakatnya homogen? Kemudian kita melihat apakah Trowulan pernah menjadi pusat Ibukota Majapahit? Hal ini patut kita pertanyakan kembali karena ini menjadi masalah yang mendasar jika kemudian ternyata ditemukan fakta bahwa Trowulan bukanlah Ibu kota pusat pemerintahan dan administrasi Majapahit. Sehingga kemudian ada konsekuensi untuk merevisi literatur sejarah yang ada. Kalau memang kekuasaan Majapahit dikatakan wilayahnya mencapai luas Indonesia saat ini apakah hanya membutuhkan kota kecil sebesar Trowulan untuk menjadi pusat pemerintahan dengan wilayah yang tidak seluas Jakarta dan bangunan yang sangat sedikit. Apabila kemudian kita melihat Mataram, apakah sebuah beteng di Kotagede membuktikan bahwa Kotagede pernah menjadi pusat pemerintahan Mataram saat itu?

Jalan Anyer Panarukan apakah benar benar dibangun oleh Deandles dalam waktu 1000 hari? Kita ternyata kurang peka mempertanyakan literatur sejarah terkait jalan Anyer Panarukan ini apakah benar-benar dibangun oleh Deandles atau memang sudah dibangun sebelumnya oleh manusia Nusantara kemudian diakui oleh Deandles. Karena jika dilihat dengan akal sehat, apakah mungkin saat itu yang dalam keadaan perang Deandles dengan sangat cepat mampu membangun jalan tersebut. Sedangkan kita melihat sekarang, jalur pantura setiap tahun tidak pernah selesai diperbaiki, padahal zaman sekarang bisa dikatakan lebih modern dari zaman penjajahan Belanda saat itu.

Bagaimana dengan Pabrik Gula? Kalau memang Pabrik Gula itu dibangun untuk kepentingan Belanda tentunya akan dibangun pada wilayah yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan Belanda - saat itu berada di Batavia. Tetapi pada faktanya pabrik gula justru banyak dibangun di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Masyarakat Sunda rata rata lebih menyukai minuman tawar, berbeda dengan masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang cenderung menyukai minuman yang manis, jadi sebenarnya pabrik gula ini dibangun atas kepentingan Belanda atau kepentingan masyarakat Nusantara? Apakah pabrik gula ini benar benar dibikin oleh Belanda atau hanya diakui oleh Belanda bahwa mereka yang membikin?

Teknologi, ada sebuah mesin didalam pabrik gula yang beratnya mencapai 100 ton yang tidak bisa dirangkai secara terpisah. Apakah logis benda itu dibangun di Belanda kemudian diangkut kesini? Padahal jembatan yang paling modern di Indonesia saat ini saja hanya mampu menahan beban maksimal 60 ton, belum lagi jika kita mempertanyakan infrastruktur jalan raya saat itu. Apakah logis benda seberat 100 ton dibawa dari Belanda ke Indonesia? Jika kemudian kita mempercayai bahwa benda itu dibikin oleh Belanda di Indonesia, dimana mereka membangun benda tersebut? Apakah benar masyarakat Belanda saat itu adalah masyarakat yang terampil pandai besi sehingga mampu merancang sebuah pabrik gula?

Lalu kereta api. Kalau misalkan rel kereta api dibikin oleh Belanda dibawa dari negaranya dan dibawa ke Indonesia, apakah jika kita mengumpulkan seluruh rel kereta peninggalan Belanda itu cukup ditampung di Amsterdam? Secara akal sehat, rasanya tidak mungkin Belanda yang membangun Kereta Api di Indonesia. Karena penduduk Belanda sendiri ternyata bukanlah masyarakat pandai besi, belum lagi kekayaan sumber daya alam Belanda yang tidak memiliki tambang besi sebesar yang dimiliki Indonesia, apakah masuk akal bahwa infrastruktur kereta api itu dibangun oleh Belanda? Ini baru tentang rel kereta api, belum sampai lokomotif kereta api. Kalau memang dibangun oleh Belanda, kenapa pabrik tempat untuk merakit kereta api itu dibangun di Madiun? Apakah masuk akal, ketika zaman peperangan, Belanda dengan mudahnya mengangkut barang seberat itu dari Batavia dibawa ke Madiun untuk membangun kereta api?

Atau jangan jangan semua karya diatas adalah memang buatan manusia Nusantara yang kemudian hanya diakui oleh (punya) Belanda!? Ada apa?

0 Comments

Post a Comment